Kehidupan di Jepang. Lewati Masa Kadaluarsa, Harus Konsultasi Ulang untuk Dapat Resep Dokter
Setelah memeriksakan diri karena sakit, biasanya ada secarik kertas berisi tulisan dokter tentang obat-obat yang dianjurkan untuk diminum agar kondisi badan kembali fit. Karena tidak menyegerakan pergi ke apotek/toko obat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri. Lewati Masa Kadaluarsa, Harus Konsultasi Ulang untuk Dapat Resep Dokter
Kehidupan di Jepang. Lewati Masa Kadaluarsa, Harus Konsultasi Ulang untuk Dapat Resep Dokter
Siapa saja tentu ingin selalu terhindar dari gangguan kesehatan, dengan rajin berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh. Resep Obat di Jepang, ada Masa Berlakunya. Namun ada kalanya saat sudah berusaha maksimal namun diberikan nikmat ujian berupa sakit, disini harus tetap bersabar dan berupaya untuk menyembuhkan diri. Salah satunya dengan memeriksakan diri ke dokter, sehingga mendapat keterangan perihal gangguan kesehatan yang kita alami serta mendapat arahan tentang cara agar lekas sembuh dan mampu beraktivitas kembali. Setelah memeriksakan diri ke dokter, umumnya pasien akan dibekali dengan secarik kertas yang berisi perihal obat-obatan yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien.
Resep Obat di Jepang, Punya Masa Kadaluarsa
Selama tinggal di Tsukuba Jepang, sudah berulang kali aku harus pergi ke RS/Klinik untuk memeriksakan kesehatan. Pasca berobat, sebagai pasien aku akan mendapat resep, secarik kertas yang berisi tentang obat-obatan yang harus dikonsumsi selama proses penyembuhan atau selama proses menjalani suatu treatment atau perawatan. Dalam bahasa Jepang, kertas atau dokumen yang menjelaskan tentang jenis dan jumlah obat yang dianjurkan dokter kepada pasien atau prescription ini disebut dengan 処方箋, dibaca shohousei.
Berbeda dengan di Indonesia, ada yang unik untuk resep obat yang aku peroleh selama bermukim di Jepang. Di sini, resep obat sudah tidak lagi berupa tulisan tangan, melainkan berupa hasil mesin cetak. Resep obat di sini juga menerapkan sistem masa berlaku atau masa kadaluarsa yang disebut dengan 有効期限 (baca: yuukou kigen) yang makna mirip dengan Expired Date.
Pasti di pikiran Sahabat terlintas pertanyaan, expired date? Kayak produk makanan saja, pakai masa berlaku. Padahal kan, ini hanya secarik kertas.
Eits, Benar lho. Resep di Jepang punya 有効期限 (baca: yuukou kigen) atau Expired Periode.
Informasi ini tertulis juga di kertas resep sehingga pasien bisa langsung mengetahuinya. Tapi karena dalam tulisan kanji, mungkin sebagai orang yang masih tahap belajar bahasa Jepang seperti aku, kurang menyadarinya. Masa kadaluarsa resep yang berlaku di Jepang adalah 4 hari, akhir pekan (Sabtu-Ahad) dan juga hari libur termasuk di dalamnya. Hari pertama masa berlaku adalah hari saat dikeluarkannya resep. Jadi misalnya resep dikeluarkan oleh RS/Klinik pada hari Jumat, maka hari terakhir resep masih bisa ditebus di apotek/toko obat adalah hari Senin.
https://www.nicho.co.jp/column/20447/
Contoh tampilan resep serta penjelasnnya. Sumber: https://www.nicho.co.jp/ |
Keterangan
1. Nomor Kartu Asuransi Pasien
2. Nama Tanggal Lahir, Jenis Kelamin Pasien
3. Nama Institusi Medis & Dokter yang Meresepkan
4. Nama , Keterangan & Cara Meminum Obat
5. Penggunaan Obat Generik juga diinginkan
6. Jumlah dari split dispensing
Apa makna dari adanya Masa Kadaluarsa Resep Dokter?
Resep yang dikeluarkan oleh dokter dari klinik/RS tersebut dapat ditebus oleh pasien hanya dalam rentang waktu masa berlaku tersebut. Lalu apakah ada resiko yang akan ditanggung pasien bila menebus resep dokter melewati masa kadaluarsa?
Kehidupan di Jepang. Lewati Masa Kadaluarsa, Harus Konsultasi Ulang untuk Dapat Resep Dokter
Ada resiko yang harus diterima pasien bila menebus resep dokter melewati masa kadaluarsa resep. Ini sudah aku buktikan.
Tahun lalu, di periode musim gugur saat warna kemerahan banyak hadir di pepohonan taman-taman kota Tsukuba, selesai memeriksakan diri di rumah sakit aku tidak langsung menuju apotek/toko obat terdekat untuk menebus resep. Langit yang sebentar lagi gelap membuatku cepat-cepat melangkahkan kaki menuju tempat parkir kendaraan karena pesan di telepon tertulis, bayi 15 bulan sudah gusar menunggu hampir 2 jam di rumah. Memilih menunda dengan aktivitas yang lain, akhirnya obat itu tidak bisa aku lagi beli di apotek karena sudah melewati masa berlaku.
Jadi begini kronologinya.
Resep itu dikeluarkan oleh RS di hari Jumat, 23 Oktober. Di akhir pekan, kami biasanya menghabiskan waktu bersama keluarga, entah dengan gegojekan di rumah atau sekedar keluar melihat daun ginko yang menguning indah. Keperluan menebus resep masih kutunda. Lagian, apotek di Tsukuba rata-rata libur di hari Ahad.
Aktivitas akhir pekan. Jalan-jalan di taman dekat rumah. |
Sepulang dari taman, hari Sabtu petang, aku baru tersadar bahwa Senin, 26 Oktober, merupakan National Holiday in Japan, artinya sebagian besar apotek/toko obat tidak beroperasi karena libur.
Hati mulai gusar setelah membaca dan mengartikan tulisan tulisan yang terpampang di resep.
”どうしよう Dou shi you? Bagaimana ya ini nanti?” Aku bergumam sendiri dalam hati.
Karena Senin adalah National Holiday in Japan, baru haris esoknya Selasa, 27 Oktober , aku bisa pergi ke apotek untuk menebus resep.
Resep Dokter yang terlambat aku tebus. Informasi tentang Masa Kadaluarsa Resep tampak di bagian berwarna jngga |
Baca Juga: Cara Menebus Resep Dokter di Jepang
Poor me. Ternyata masa berlaku resep sudah habis.
Setelah petugas apotek menerima resep, tak berselang dua menit, ia memberikan konfirmasi bahwa resep sudah melewati periode masa berlaku. Sebagai bentuk menjalankan aturan dan SOP kerja, pihak apotek harus melakukan konfirmasi ke pihak yang mengeluarkan resep (klinik/RS), perihal obat yang tertulis di kertas resep tersebut boleh ditebus oleh pasien atau tidak.
Karena jenis obat yang tertulis di dalam resep tersebut termasuk obat yang tidak dijual bebas, oleh apoteker atau 薬剤師 (baca: yakuzaishi) meneruskan info bahwa mereka tidak bisa memproses resep tersebut. Pasien diminta datang kembali ke klinik/RS untuk bertemu dokter guna mendapatkan resep yang baru, begitu penjelasan apoteker wanita di salah satu apotek yang memberikan layanan Drive Through ini.
Bergegas aku menuju ke RS tempat alu mendapatkan resep tempo hari. Karena tanpa reservasi untuk berobat, aku perlu mengantri untuk mendaftarkan diri di petugas loket pendaftaran.
Tidak hanya itu, entah mungkin karena pascalibur tiga hari (sejak Sabtu sampai Senin), siang itu salah satu poliklinik yang aku sambangi ini cukup ramai, terbukti dari kursi tunggu yang terisi pasien yang mengantri menunggu nomor antrian untuk bertemu dokter. Masih dalam masa pandemi, semua pasien duduk dengan menerapkan protokol kesehatan.
Hampir 2x60 menit yang kutunggu sampai nomor antrianku tertera di monitor untuk kemudian bertemu dengan dokter. Ini sangat berkebalikan dengan durasi yang kuhabiskan untuk berbicara dengan dokter untuk mengutarakan bahwa resep beliau belum aku tebus dan sudah melewati masa kadaluarsa resep. Di ruangan yang hanya bersekat tembok nonpermanent dengan ruangan sebelahnya berukuran sekitar 3x3 meter persegi itu aku hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit. Meski ruangan pemeriksaan dokter tidak besar, namun peralatan cukup lengkap, dan dibagian belakan terdapat lorong yang saling menyambungkan antar ruangan. Tata letak ruangan pemeriksaan yang sangat efektif dan efisien menurutku.
Selesai mendapatkan resep, lekas kuselesaikan urusan administrasi pembayaran rumah sakit. Untuk membayar biaya, pasien tidak melakukannya di loket atau kasir melainkan di mesin pembayaran. Sahabat bisa membayangkannya seperti mesin ATM yang dipergunakan untuk menabung uang di bank. Pembayaran di petugas kasir hanya dilakukan apabila proses pembayaran untuk hal-hal yang membutuhkan perhatian khusus.
Karena urusanku hanya tergolong umum, aku cukup melakukan pembayaran di mesin seperti ATM tadi, setelah menunggu nomor antrian khusu bagian pembayaran.
Total waktu yang kubutuhkan untuk mendapatkan resep baru di RS adalah sekitar 160 menit. Menguras waktu, tenaga serta emosi juga. Ini menjadi pelajaran yang patut diingat agar tidak menunda menebus resep. Karena prosedur yang harus dilewati untuk bisa mendapatkan resep pengganti tidak bisa diperoleh dengan waktu singkat.
Setelah itu aku kembali menuju ke apotek/toko obat untuk memproses penebusan resep. Alhamdulillah akhirnya jelang sore hari aku bisa membawa pulang obat yang disarankan oleh dokter untuk proses pemulihan badanku.
Ini menjadi pengalaman berharga bagi diri bahwa jangan menunda hal penting, lekas segera selesaikan. Sebagai ibu rantau yang jauh dari tanah, harus kembali ke rumah sakit dan mengantri sekian waktu sambil membawa bayi yang sedang masa berpetualang jalan kesana kemarin di masa pandemi ini tentu melelahkan.
Sebagai ringkasan, aku buatkan catatan penting untuk Sahabat yang sedang ada keperluan untuk berobat di klinik/RS di Jepang.
- Perhatikan. Resep obat di Jepang ada Masa Kadaluarsa hanya selama empat hari, termasuk Sabtu/Minggu dan hari libur.
- Segera menuju apotek/toko obat untuk menebus resep selepas memeriksakan diri di klinik/RS.
- Selalu bawa 健康保険証 (kartu asuransi) dan 薬手帳 (buku catatan obat).
- Tentu saja. Jangan lupa membawa uang untuk membayar biaya obat di apotek ya.
Berdasarkan pengalaman tinggal di Jepang, aku menyimpulkan resiko yang diterima oleh pasien bila menebus resep obat jika melewati masa kadaluarsa.
Pertama, pasien harus menyiapkan waktu tambahan karena harus kembali bertemu dan konsultasi ke dokter di klinik/RS tempat resep dikeluarkan untuk mendapatkan resep yang baru. Setelah tanggal kadaluarsa, apotek maupun toko obat tidak akan dapat menerima permintaan tersebut, dan institusi medis harus menerbitkannya kembali.
Kedua, pihak pasien mengeluarkan uang tambahan untuk biaya konsultasi penerbitan resep baru, karena hal ini tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan. Ini tentu menjadi hal yang sangat disayangkan. Selain dari segi nominal jumlah yang dikeluarkan, tentu seharusnya pengeluaran ini bisa dialokasikan kebutuhan yang lain.
Ketiga, setelah mendapatkan resep pengganti pasien harus kembali menuju apotek/toko obat untuk menebus resep sehingga dapat membawa pulang obat-obatan yang dianjurkan untuk sehat dan pulih seperti sedia kala.
Jadi kesimpulannya, dimanapun kita berada, Indonesia maupun di luar negeri, setelah mendapatkan resep dari dokter pascaberobat, segeralah bawa kertas resep tersebut ke apotek terdekat. Untuk di Jepang, toko obat yang menuliskan 処方箋受け付けて, shohousei uketsuke, artinya mereka juga menerima resep dokter karena memiliki tenaga profesional farmasi seperti halnya apotek.
Semoga kita senantiasa dijaga dalam kesehatan dan keselamatan. Aamiin.
Terima kasih
Semoga bermanfaat
ARL
11 comments
Whoaaaa, ternyata sampai se-detail itu bangeett ya Mbaaa
ReplyDeleteaku makin penasaran dgn daily life di Jepang
Bakal sering ubek2 blog ini niih
Kece!
Uwaahh keren sekali sistem di Jepang ya. Obat2 yg memang butuh resep dan tidak dijual bebas memang benar2 harus dgn resep dokter, nggak bisa sembarangan beli..
ReplyDeleteKalau resep nggak d tebus2 memang beresiko juga disalahgunakan di kemudian hari, mgkn pikir'y kalo beneran sakit ya pasti langsung tebus obat gitu kali ya. Hehe..
Wah masa kadaluarsanya cukup cepat juga ya, 4 hari. Mungkin setelah selama waktu itu, kondisi tubuh bisa berubah makanya disarankan mereka untuk konsultasi ulang.
ReplyDeleteWahh di Jepang tertib banget ya. Kalau di sini resep bahkan bisa di tulis ulang buat pasien secara langsung. Beda banget ya perlindungan mereka terhadap konsumen. Jadi ngiri gimana gitu haha
ReplyDeleteWah ada kadaluwarsanya ya resep dokter di Jepang. Untuk kedisiplinan kali ya mbak, biar yang sakit segera tertangani dengan segera minum obatnya. Salut deh sama pemerintahnya, begitu perhatian dengan kesehatan masyarakatnya.
ReplyDeleteBagus juga sih mba kalau ada expiry date-nya. Karena kondisi tubuh kan berubah seiring berjalannya waktu. Nice info...
ReplyDeleteSaya pernah mengalami juga seperti ini mb di Indonesia, harus lapor dan bahkan ada yang konsul ulang dengan dokternya apabila resep kadaluarsa. Sehat selalu mb arsita.
ReplyDeletewah sebenarnya juga sama ya mbak, disini juga ada masa kadalursanya
ReplyDeleteemang nggak bisa sembarangan ya soal tebus obat ini
Wah, sistemnya tertata rapi sekali ya. Baru lihat juga resep dokternya. Beda jauh ama di Indonesia. Btw klo di sana harus punya asuransi kesehatan ya mba?
ReplyDeleteBerarti skill pertama hidup di Jepang memang hrs bisa baca tulis huruf kanji ini ya mbak sita. Lihat resepnya penuh huruf2 kanji gini kalau ga bisa baca bisa salah paham nih
ReplyDeleteAstagfirullah...seperti itu ternyata ya mbak...tidak hanya makanan dan obat saja yang punya kadaluwarsa, tetapi kertas, secarik kertas bertuliskan resep lo ya padahal, masih mlongo aku mbak habis baca dari awal sampai selesai. Saking baru tahu ternyata di Jepang seperti itu. Kuulang lagi membaca bagian yang kertas punya kadaluwarsa, mungkin aku salah baca, e ternyata tidak, LOL
ReplyDeleteSemangat sehat mbak sita, biar bisa memberikan tulisan kisah hidup diJepangnya bersama keluarga.
Aku pembaca yang selalu menanti tulisanmu, mbak....
Terima kasih sudah berkunjung, dan berkomentar dengan santun 😊
Cara mengisi komentar:
Pilih NAME/URL, Ketik dengan URL Blog, Isi komentar 📝